Pemerintah menegaskan akan menindak pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran sehingga menyebabkan munculnya gelondongan kayu saat banjir besar di Sumatra.
- Pemerintah akan menindak tegas pihak penyebab gelondongan kayu saat banjir Sumatra.
- Terjadi polemik antara Kemenhut dan Bupati Tapsel terkait asal usul kayu ilegal.
- Kemenhut membantah izin baru dan menegaskan pengawasan kayu di luar hutan kewenangan Pemda.
ARUSINFORMASI – Pemerintah memastikan akan mengejar pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran sehingga menyebabkan gelodongan kayu muncul saat banjir Sumatra.
“Saat ini Satgas Penertiban Kawasan Hutan sudah turun tangan menelusuri dugaan gelondongan kayu yang banyak terbawa arus banjir,” kata Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Pratikno dalam konferensi perkembangan penanganan banjir Sumatra di Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma Jakarta, Rabu (3/12/2025).
BACA JUGA BERITA EKONOMI
Berita Ekonomi Terbaru dan Terkini Update Setiap Hari
“Pemerintah terus menelusuri pihak-pihak yang diduga melakukan pelanggaran melalui analisis citra satelit,” sambungnya.
Sementara itu, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo memastikan penegakan hukum terkait temuan gelondongan kayu saat banjir Sumatra.
Menurut dia, Polri sudah berkoordinasi dengan Menteri Kehutanan Raja Juli Antoni untuk menyelidiki penyebab munculnya gelondongan kayu tersebut.
“Kami secara lisan sudah berkoordinasi dengan Menhut dan kami akan besok melaksanakan rapat untuk menurunkan tim gabungan untuk melakukan proses penyelidikan pendalaman proses yang terjadi, bila ada pelanggaran hukum kita akan proses,” jelas Listyo.
Dicecar Bupati Tapsel
Sebelumnya, polemik asal usul kayu gelondongan yang terseret banjir bandang di Sumatra tidak terhenti hanya dengan klarifikasi. Kali ini Kementerian Kehutanan (Kemenhut) disentil oleh Bupati Tapanuli Selatan (Tapsel), Gus Irawan Pasaribu.
Dia geram lantaran Ditjen Gakkum Kemenhut Dwi Januanto Nugroho menyatakan tumpukan kayu gelondongan di tengah bencana diduga berasal dari tebangan lama yang sudah lapuk.
Dwi Januanto sempat mengakui bahwa kayu-kayu tersebut bisa berasal dari berbagai sumber, termasuk penebangan legal. Kemenhut menegaskan dugaan sementara mengarah pada area Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) di Areal Penggunaan Lain (APL).
Bupati Tapsel, Gus Irawan Pasaribu, dengan emosi menanggapi pernyataan Dwi Januanto Nugroho, bahwa tidak benar kayu-kayu di sungai Batang Toru saat banjir bandang adalah bekas potongan yang sudah membusuk. Temuan di lapangan malah menunjukkan kondisi kayu-kayu tersebut bukanlah kayu lama atau busuk.
“Saya enggak ada tuh lihat yang ada daunnya, dahan, enggak ada. Makanya pernyataan dari Kementerian Kehutanan bahwa itu adalah kayu-kayu yang sudah busuk, lalu kemudian karena cuaca kayu tumbang, itu perlu dicek ulang,” ujar Gus Irawan.
Kemenhut juga sempat menyebut kayu-kayu besar itu bukan hasil dari pembalakan liar, melainkan berasal dari izin legal melalui skema Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT). Namun menurutnya, justru kayu-kayu itu hasil pembalakan liar yang menjadi pemicu banjir bandang para di Tapanuli Selatan.
“Diduga izin PHAT telah diselewengkan oleh pihak-pihak tertentu, sebagai pembalakan berizin,” katanya.
Menurutnya, skema Pemegang Hak Atas Tanah atau PHAT diduga telah disalahgunakan untuk urusan pembalakan liar.
“Memang Kemenhut memberikan izin, izin PHAT namanya, Pengelolaan Hak Atas Tanah,” ujar dia.
Kemenhut Bantah Bupati Tapsel

Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari (PHL) Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Laksmi Wijayanti kemudian membantah pernyataan Bupati Tapanuli Selatan, bahwa Kemenhut membuka izin penebangan kayu di Tapanuli Selatan pada bulan Oktober 2025. Dia menegaskan, tidak ada satupun izin penebangan kayu sejak Juli 2025 di Tapanuli Selatan.
“Bupati Tapanuli Selatan pernah mengirimkan dua surat pada bulan Agustus dan November 2025. Beliau menyampaikan agar seluruh pemegang hak atas tanah (PHAT) di wilayah kabupatennya tidak diberikan akses Sistem Informasi Penatausahaan Hasil Hutan (SIPUHH) dan memang telah kami laksanakan dengan tidak membuka satupun akses SIPUHH di Tapanuli Selatan,” kata Laksmi melalui siaran pers diterima, Selasa (2/11/2025).
Menurut Laksmi, telah terjadi kegiatan ilegal di kawasan PHAT Tapsel. Pada 4 Oktober 2025, Balai GAKKUM Kemenhut bersama Pemkab menangkap 4 truk pengangkut kayu dengan volume 44 meter kubik dari PHAT di Kelurahan Lancat.
“Kemenhut sudah melakukan penghentian sementara sejak Juni 2025. Seluruh akses SIPUHH Menteri Kehutanan pada Juni 2025 memerintahkan untuk melakukan evaluasi menyeluruh terkait layanan SIPUHH,” jelas dia.
Laksmi menambahkan, atas arahan tersebut, Kemenhut lalu mengeluarkan Surat Dirjen PHL No. S.132/2025 pada tanggal 23 Juni 2025 untuk menghentikan sementara layanan SIPUHH bagi seluruh Pemegang Hak Atas Tanah (PHAT) untuk keperluan evaluasi menyeluruh.
“Layanan SIPUHH untuk PHAT bukan merupakan perizinan, melainkan fasilitas penatausahaan pemanfaatan kayu tumbuh alami di wilayah bukan hutan negara tetapi berada areal penggunaan lain (APL),” tutur dia.
Laksmi menegaskan bahwa dokumen Hak Atas Tanah (HAT) adalah kewenangan Pemerintah Daerah dan instansi pertanahan. Kayu tumbuh alami pada PHAT berada di luar kawasan hutan, sehingga pengawasan pemanfaatan kayu dilakukan oleh Pemerintah Daerah.
Oleh karena itu, sambung dia, pelanggaran yang terjadi di dalam kawasan hutan akan ditangani oleh Ditjen Gakkum Kehutanan sesuai hukum yang berlaku.
“Pelanggaran pemanfaatan kayu di luar kawasan hutan ditangani melalui penegakan hukum pidana umum bekerja sama dengan Kepolisian dan Pemerintah Daerah. Kami tidak akan berkompromi dengan praktik penyalahgunaan dokumen HAT atau pemanfaatan kayu ilegal. Penegakan hukum berjalan untuk siapa pun yang melanggar,” dia menandasi.
